mekanisme pasar dalam islam


MAKALAH­­
Mekanisme Pasar dalam Islam

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ekonomi Mikro Islam
Dosen Pengampu :Imahda Khoiri Furqon




DISUSUN OLEH :
ZulfanisaDamayanti                           1602040055

Semester/Kelas: III/D
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO (IAIN) METRO
2017




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Mekanisme Pasar dalam Islam ini. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa dunia yang terang benderang sampai pada kita sebagai umat-Nya.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ekonomi Mikro Islam yang kami sajikan dari berbagai sumber. Dan penuh dengan kesabaran terutama pertolongan dari Allah SWT.Akhirnya Makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, karna kami masih dalam tahap pembelajaran. Kami sangat berharap makalah ini bermanfaat bagi kami pribadi khususnya dan bagi semua pihak pada  umumnya.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis). Disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya.
Pasar adalah tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan melakukan transaksi jual beli barang dan atau jasa. Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli. Pentingnya pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli tidak hanya dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi rentan dengan sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang menzalimi pihak lain. Karena peran pasar penting dan juga rentan dengan hal-hal yang dzalim, maka pasar tidak terlepas dengan sejumlah aturan syariat. Dalam istilah lain dapat disebut sebagai mekanisme pasar dalam Islam.
Melihat pentingnya pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang terakreditasi serta berbagai problem yang terjadi seputar berjalannya mekanisme pasar dalam Islam, maka pembahasan tentang tema ini menjadi sangat menarik dan urgen.



B.    Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.     Apa yang dimaksud dengan Islam dan sistem pasar?
2.     Apa yang dimaksud harga dan pasar persaingan sempurna dalam pasar islami?
3.     Apa yang dimaksud dengan moral sebagai faktor endogen dalam persaingan di pasar?
4.     Apa yang dimaksud dengan pengawasan pasar?
5.     Bagaimana mekanisme pasar dalam perspektif sejarah Islam?

C.    Tujuan Penyusunan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.     Mengetahui apa yang dimaksud  dengan Islam dan sistem pasar.
2.     Mengetahui apa yang dimaksud harga dan pasar persaingan sempurna dalam pasar islami.
3.     Mengetahui apa yang dimaksud  dengan moral sebagai faktor endogen dalam persaingan di pasar.
4.     Mengetahui pengawasan pasar.
5.     Mengetahui mekanisme pasar dalam perspektif sejarah islam.
 



BAB II
PEMBAHASAN
MEKANISME PASAR DALAM ISLAM
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988: 651) disebutkan bahwa pasar adalah tempat orang berjual beli. Sedangkan menurut istilah, Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia.[1]Sedangkan menurut kajian ilmu ekonomi, pasar adalah suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan.[2]
Mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimiliki oleh setiap objek ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama dari berjalannya mekanisme pasar.[3]
Untuk dapat mengetahui mekanisme pasar dalam Islam, perlu terlebih dahulu menelisik beberapa subjudul yang telah coba penyusun paparkan.
A.    Islam dan Sistem Pasar

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu…”[4]
Islam tidak membatasi kaumnya untuk tidak beraktifitas ekonomi dalam kehidupannya. Islam justru mendukung aktifitas ekonomi karena ia adalah sebagian dari pada berjihad di jalan Allah. Tersebut dalam Tafsir Al Jalalayn bahwa, ayat 198 ini berkait tentang perniagaan di musim haji. Ayat ini turun untuk menolak anggapan mereka yang keliru. Ayat di atas didahului oleh ayat sebelumnya yang membahas tentang haji. Ayat tersebut, yakni ayat 197 itu, dalam Tafsir Al Jalalayn disebutkan, diturunkan kepada penduduk Yaman yang pergi naik haji tanpa membawa bekal, sehingga mereka menjadi beban bagi orang lain. Maka, kata Allah, “Dan berbekallah kamu,” bekal yang akan menyampaikan kamu ketujuan perjalananmu. “Dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa,” yang dipergunakan manusia untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban bagi orang lain dan sebagainya.
Selain itu, ke-syumulan Islam memang sudah dijamin oleh Allah Subhanahuwata`aala dalam Alquran Al Kariim pada surah Al Maidah ayat 3 yang sudah diketahui bersama.“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu…”.[5]
Islam sudah mengatur masalah ekonomi semenjak Islam itu diturunkan melalui nabi Muhammad SAW. Karena rujukan utama pemikiran ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan al-Hadits. Termasuk didalamnya adalah masalah pasar.[6]
Pasar mempunyai peran yang besar dalam ekonomi. Karena kemaslahatan manusia dalam mata pencaharian tidak mungkin terwujud tanpa adanya saling tukar menukar. Pasar adalah tempat yang mempunyai aturan yang disiapkan untuk tukar menukar hak milik dan menukar barang antara produsen dan konsumen. Di pasar orang bisa mendapatkan kebutuhannya dan tidak ada orang yang tidak memerlukan pasar.[7]Aturan-aturan itu yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai sistem pasar.



B.  Harga dan Pasar Persaingan Sempurna dalam Pasar Islami
Harga diartikan sebagai sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tertentu.[8] Sedangkan pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran dimana jumlah pembeli dan penjual sedemikian rupa banyaknya/ tidak terbatas.[9]
Oleh Karena prinsip-prinsip berikut ini, pasar persaingan sempurna muncul:
a.      Tidak ada satu penjual tunggal yang mempunyai sumber cukup banyak untuk dapat mempengaruhi harganya di pasar
b.      Sumber variable mempunyai mobilitas yang tinggi untuk berbagai harga pasar dan penggunaannya relative fleksible.
Karena dua prinsip tersebut di atas maka pada pasar persaingan sempurna akan dipenuhi dengan adanya syarat-syarat sebagai berikut:
1.     Jumlah perusahaan dalam pasar sangat banyak sehingga dengan jumlah produsen yang banyak tersebut menjadikan volume produksi sebuah perusahaan hanya bagian kecil dari total volume produksi atau transaksi pasar, sehingga dengan kata lain secara individual tidak bisa mempengaruhi harga pasar atau baik produsen maupun konsumen bertindak sebagai Price Taker (penerima harga).
2.     Produk homogeny atau produk/barang yang diperdagangkan serba sama (homogen) jenis maupun kualitasnya.
3.     Setiap produsen atau konsumen tahu informasi pasar (simetris information)
4.     Tidak ada hambatan untuk keluar/masuk bagi setiap penjual.
5.     Pemerintah tidak campur tangan dalam proses pembentukan harga.
6.     Penjual atau produsen hanya berperan sebagai price taker (pengambil harga). Tidak terdapat perubahan harga berapapun jumlah barang yang diminta oleh konsumen atau ditawarkan oleh produsen.
7.     Untuk mencapai keuntungan maksimum pada suatu perusahaan adalah dengan melihat besar volume output yang dihasilkan.
Struktur pasar menggambarkan tingkat persaingan di suatu pasar barang atau jasa tertentu. Suatu pasar terdiri dari seluruh perusahaan dan individu yang ingin dan mampu untuk membeli serta menjual suatu produk tertentu. Atau dalam redaksi lain, pasar terbentuk dari produsen-produsen kecil dan konsumen-konsumen kecil dalam jumlah tidak tertentu. Sistem ini melahirkan persaingan antar produsen dalam menawarkan produknya kepada para konsumen atau pelanggannya.[10]
Pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar yang dicirikan oleh jumlah pembeli dan penjual yang sangat banyak. Pasar monopoli adalah struktur pasar yang dicirikan oleh adanya seorang produsen tunggal. Pasar persaingan monopolistic adalah struktur pasar yang sangat mirip dengan pasar persaingan sempurna. Tetapi konsumen di sini mengetahui perbedaan-perbedaan produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang berbeda.[11]
Konsep Islam memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi bila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif. Pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak manapun, tak terkecuali negara dengan otoritas penentuan harga atau private sektor dengan kegiatan monopolistik ataupun lainnya.
Karena pada dasarnya pasar tidak membutuhkan kekuasaan yang besar untuk menentukan apa yang harus dikonsumsi dan diproduksi. Sebaliknya, biarkan tiap individu dibebaskan untuk memilih sendiri apa yang dibutuhkan dan bagaimana memenuhinya. Inilah pola normal dari pasar atau keteraturan alami dalam istilah Al – Ghazali berkait dengan ilustrasi dari evolusi pasar. Selanjutnya, Adam Smith menyatakan serahkan saja pada invisible hand, dan dunia akan teratur dengan sendirinya. Dasar keputusan dari para pelaku ekonomi adalah voluntary, sehingga otoritas dan komando tidak lagi terlalu diperlukan. Biaya untuk mempertahankan otoritas pun diminimalkan.
Dari pemahaman itu, harga sebuah komoditas (barang dan jasa) ditentukan oleh penawaran dan permintaan, perubahan yang terjadi pada harga berlaku juga ditentukan oleh terjadinya perubahan permintaan dan perubahan penawaran. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Anas bahwasanya suatu hari terjadi kenaikan harga yang luar biasa pada masa Rasulullah SAW, maka sahabat meminta nabi untuk menentukan harga pada saat itu, lalu nabi bersabda : Artinya, “Bahwa Allah adalah Dzat yang mencabut dan memberi sesuatu, Dzat yang memberi rezeki dan penentu harga” (HR. Abu Daud).
Dari hadis itu dapat disimpulkan bahwa pada waktu terjadi kenaikan harga Rasulullah SAW meyakini adanya penyebab tertentu yang sifatnya darurat. Oleh sebab itu, sesuatu yang bersifat darurat akan hilang seiring dengan hilangnya penyebab dari keadaan itu. Dilain pihak rasul juga meyakini bahwa harga akan kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama (sifat darurat). Penetapan harga menurut rasul merupakan suatu tindakan yang menzalimi kepentingan para pedagang, karena para pedagang di pasar akan merasa terpaksa untuk menjual barangnya sesuai dengan harga patokan, yang tentunya tidak sesuai dengan keridhaannya (Ahmad Nu’man : 1985).
Dengan demikian, pemerintah tidak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Ibnu Taimiyah mengatakan jika masyarakat melakukan transaksi jual beli dalam kondisi normal tanpa ada bentuk distorsi atau penganiayaan apa pun dan terjadi perubahan harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan, maka ini merupakan kehendak Allah (Atiyah As – Sayyid Fayyadh : 1997).
Harus diyakini nilai konsep Islam tidak memberikan ruang intervensi dari pihak mana pun untuk menentukan harga, kecuali dan hanya kecuali adanya kondisi darurat yang kemudian menutup pihak – pihak tertentu untuk ambil bagian menentukan harga.
Adapun pasar mempertemukan pelaku usaha yang ingin menjual barang dan jasa dengan para konsumen, sebagai pemakai dan pengguna barang dan jasa. Akibatnya kepentingan satu sama lain, maka dengan sendirinya terjadi tawar menawar (harga kesepakatan). Dalam undang-undang No. 5 tahun 1999 dijelaskan, bahwa harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan jasa sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli.[12]
Kepentingan yang berbeda antara pelaku usaha dan konsumen menuntut adany asistem harga yang adil. Konsep harga yang adil sebenarnya telah menjadi bagian penting dari pemikiran ekonomi Barat abad pertengahan.[13]Bahkan dalam sejarah ekonomi kuno, pemikiran tentang regulasi harga terjamin dan keadilan serta hukum dalam jual beli telah ada pada beberapa bangsa kuno.[14]
Dalam sejarah Islam, harga yang adil telah dipraktekkan oleh Rasulullah dan masyarakat Madinah di berbagai bidang. Misalnya dalam kasus seorang majikan yang memerdekakan budaknya, maka majikan itu tetap mendapatkan kompensasi yang adil. Menegakkan sistem harga yang adil bagi Rasulullah merupakan perintah Alquran, yang selalu mementingkan dan mengedepankan tegaknya keadilan di berbagai bidang, termasuk kegiatan ekonomi.
Ibnu Taimiyah, ketika menjelaskan harga yang adil selalu menghubungkan dengan dua hal: pertama, kompensasi setara dan, kedua harga setara. Kompensasi setara menurut Ibnu Taimiyah diukur sesuai dengan kuantitas dari obyek khusus yang digunakan secara umum. Kompensasi yang adil didasarkan atas analogi dan taksiran suatu barang dengan barang lain yang setara. Sedangkan harga setara adalah harga yang diperoleh melalui kekuatan pasar yang berjalan secara bebas antara permintaan dan penawaran.[15]
Dengan demikian, harga yang adil akan terwujud bila pasar berjalan sesuai dengan mekanismenya. Artinya, tingkat harga yang berlaku di pasar benar-benar berasal dari kekuatan penawaran dan permintaan.


C.      Moral sebagai Faktor Endogen dalam Persaingan di Pasar
Agar pasar dapat berperan secara normal (alamiah) dan terjamin keberlangsungannya, di mana struktur dan mekanismenya dapat terhindar dari perilaku–perilaku negatif para pelaku pasar, maka ajaran Islam juga menawarkan satu paket aturan moral berbasis hukum syariah yang melindungi setiap kepentingan pelaku pasar. Aturan tersebut adalah sebagai berikut :
1.     Spiritualisme transaksi perdagangan
Islam mengenal adanya nilai – nilai spiritualisme pada setiap materi yang dimiliki, yang menjadi sentral dari konsep moralnya adalah semua barang milik Allah SWT dan bagaimana melakukan transaksi perdagangan yang sesuai dengan aturan main syariah.
Islam memberikan ajaran kapan seorang muslim dapat melakukan transaksi, bagaimana mekanisme transaksi dan komoditas barang maupun jasa apa saja yang dapatdiperjualbelikan di pasar muslim. Islam mengatur bagaimana seorang pedagang dapat mengharmonisasikan aktivitas perdagangan dengan kewajiban beribadah. Dimana secara umum ajaran Islam tidak memperkenalkan jika aktivitas bisnis dan perdagangan dapat melupakan kita kepadakehadiratAllah SWT. Kemudian secara khusus Islam tidak memperkenankan aktivitas pasar berlaku pada saat masuk waktu shalat jumat.
2.     Aspek hukum dalam mekanisme transaksi perdagangan.
Konsep halal dan haram sangatlah jelas dalam mekanisme bisnis dan transaksi di pasar. Mekanisme suka sama suka adalah panduan dan garis Al – qur’an dalam melakukan kontrol terhadap perniagaan yang dilakukan. Teknik sistem dan aturan main tentang tercapainya tujuan ayat tersebut menjadi ruang ijtihad bagi pakar muslim dalam menerjemahkan konsep dan implementasinya pada konteks pasar modern saat ini.
Selain itu, terdapat sejumlah ayat maupun hadis nabi yangmemberikan batasan mekanismemana saja yang secara khusus dan secara jelas dilarang, sehingga transaksi muamalah yang dilakukan oleh manusia dapat bermanfaat bagi kehidupan mereka dan bukan menjadimalapetaka. Prinsipnya, semua yang dilarang itu berarti haram dan jika masihdikerjakan itu berdosa.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Qs: Annisa’ 29)

D.      Pengawasan Pasar.
Islam mengatur dan mengawasi pasar secara ketat. Salah satu lembaga yang semestinya dibentuk untuk mengawasi pasar menurut Islam adalah Hisbah. Meskipun demikian sebenarnya pengawasan dapat dilakukan oleh semua orang sebagaimana sabda Rosulullah SAW tentang perintah untuk menindak kemungkaran. Terkait dengan mencegah terjadinya kemungkaran ini salah satu wewenang lembaga hisbah adalah pencegahan penipuan di pasar, seperti masalah kecurangan dalam timbangan, ukuran maupun pencegahan penjualan barang yang rusak serta tindakan-tindakan yang merusak moral.
Landasan Hisbah sebagaimana diterapkan oleh Rosulullah adalah hadis yang menceritakan ketika Rosulullah melakukan inspeksi pasar dan menemukan pelanggaran di pasar karena meletakkan kurma yang basah di bawah di atas tumpukan kurma kering, sehingga dapat menutupi informasi bagi pembeli tentang kualitas kurma. Dari itu kemudian Rosulullah menegaskan bahwa praktek yang demikian adalah dilarang dalam Islam. Sementara dalam Al Qur’an dapat kita lihat pada Surat Ali Imran ayat 104;
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”[16]
E.      Mekanisme Pasar dalam Perspektif Sejarah Islam
1)     Masa Rasulullah
Dalam ekonomi Islam, hal-hal yang tetap dalam harga yang sama ditentukan oleh operasi bebas kekuatan pasar. Nabi Muhammad SAW tidak menganjurkan campur tangan apa pun dalam proses penetuan harga oleh negara atau individual. Di samping menolak untuk mengambil aksi langsung apa pun, beliau melarang praktek-praktek bisnis yang dapat membawa kepada kekurangan pasar. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW menghapuskan pengaruh kekuatan ekonomi atas mekanisme harga.
Dalam hal penentuan harga, pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ditentukan melalui mekanisme pasar. Diriwayatkan dari Anas bahwa ia mengatakan harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabat mengatakan: “Wahai Rasulullah, tentukanlah harga (ta’sir) untuk kita. Beliau menjawab: “Allah SWT itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan dan pencurah serta pemberi rizki. Aku mengharap dapat menemui Tuhanku dimana salah satu diantara kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta”.
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melarang adanya intervensi harga dari siapapun juga. Praktek-praktek dalam mengintervensi harga adalah perbuatan yang terlarang.
Selain melarang adanya intervensi harga, ada beberapa larangan yang diberlakukan Rasulullah SAW untuk menjaga agar seseorang tidak dapat melambungkan harga seenaknya seperti larangan menukar kualitas mutu barang dengan kualitas rendah dengan harga yang sama serta mengurangi timbangan barang dagangan. Beberapa larangan lainnya adalah:
a.      Larangan Najsy
Najsy adalah sebuah praktek dagang dimana seorang penjual menyuruh orang lain untuk memuji barang dagangannya atau menawar dengan harga yang tinggi calon pembeli yang lain tertarik untuk membeli barang dagangannya. Najsy dilarang karena dapat menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan oleh para pembeli. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran terhadap barang tanpa bermaksud untuk membeli.[17]


b.     Larangan Bay‘ Ba’dh ‘Ala Ba’dh
Praktek bisnis ini adalah dengan melakukan lompatan atau penurunan harga oleh seorang dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih dalam tahap negosiasi atau baru akan menyelesaikan penetapan harga. Rasulullah melarang praktek semacam ini karena hanya akan menimbulkan kenaikan harga yang tidak diinginkan.
c.      Larangan Tallaqi Al-Rukban
Praktek ini adalah dengan cara mencegat orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang tersebut sebelum tiba di pasar. Rasulullah melarang praktek semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Beliau memerintahkan agar barang-barang langsung dibawa ke pasar, sehingga penyuplai barang dan para konsumen bisa mengambil manfaat dari harga yang sesuai dan alami.
d.     Larangan Ihtinaz dan Ihtikar.
Ihtinaz adalah praktek penimbunan harta seperti emas, perak dan lain sebagainya. Sedangkan ihtikar adalah penimbunan barang-barang seprti makanan dan kebutuhan sehari-hari. Penimbunan barang dan pencegahan peredarannya sangat dilarang dan dicela dalam Islam seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 34-35 yang artinya:“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan dari pendeta-pendeta memakan harta manusia dengan cara yang bathil dan mereka menghalangi dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka beritahukan kepada mereka akan azab yang pedih. Pada hari itu dipanaskan dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, rusuk dan punggung mereka dan dikatakan (kepada mereka). Inilah harta benda yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (balasan) dari apa yang kamu simpan dahulu itu.”[18]
Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa praktek penimbunan baik yang berbentuk uang tunai maupun barang sangatlah bertentangan dengan ajaran Islam. Bahaya dari praktek ihtikar dapat menyebabkan kelangkaan barang di pasar sehingga harga barang menjadi naik.
2)     Masa Khulafaurrasyidin
Khalifah pertama yang ditunjuk untuk memegang tampuk pemerintahan setelah Rasulullah SAW wafat adalah Abu bakar As-Siddiq. Tidak banyak diketahui kebijakan-kebijakan baru mengenai harga yang dibuat oleh Abu Bakar. Namun demikian sebagai seorang fukaha yang berprofesi sebagai seorang pedagang, Abu Bakar menjalankan praktek perdagangan secara syariah termasuk masalah kebijakan tentang harga yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Rasulullah SAW.
Setelah Abu Bakar wafat, tampuk pemerintahan dipegang oleh Umar bin Khattab. Selama sepuluh tahun pemerintahannya, Umar bin Khattab benar-benar menerapkan ekonomi syariah yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini dapat dilihat dari peringatan keras Umar bin Khattab terhadap segala praktek penimbunan barang-barang yang menjadi kebutuhan masyarakat. Beliau tidak memperbolehkan seorang pun dari kaum muslimin untuk membeli barang sebanyak-banyaknya dengan niatan untuk ditimbun.
Umar bin Khattab mengadakan dan menjalankan hisbah yang telah dirintis sejak zaman Rasulullah SAW. Selain itu, beliau juga mengambil inisiatif untuk melakukan operasi pasar pada saat terjadi kelaparan yang dasyat di Medinah.
Khalifah ketiga adalah Ustman bin Affan. Sebagai seorang fukaha, beliau mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap penegakan hukum termasuk hukum tentang ekonomi yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan khalifah-khalifah sebelumnya. Dalam hal kebijakan harga, beliau tidak menyerahkan penentuan harga ke tangan pengusaha.
Utsman bin Affan selalu berusaha untuk tetap mendapatkan informasi tentang situasi harga bahkan harga barang yang sulit dijangkau. Jika beliau mengetahui ada pedagang-pedagang yang ingin menimbun makanan atau menjualnya dengan harga yang mahal, maka beliau akan mengirimkan kafilah-kafilah untuk mengambil bahan makanan tersebut dengan tujuan untuk merusak praktek penimbunan dan permainan harga yang akan dilakukan oleh para pedagang tersebut. Hal-hal yang dilakukan oleh khalifah merupakan suatu upaya preventif yang dilakukan untuk mengontrol harga agar tidak menjadi beban bagi masyarakat dan menghindari adanya distorsi harga.
Setelah kepemimpinan Utsman bin Affan, tampuk kekhalifahan diduduki oleh Ali bin Abi Thalib. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, kaum muslimin secara resmi mencetak uang sendiri dengan menggunakan nama pemerintahan Islam. Ketika mata uang masih diimpor, kaum muslimin hanya mengontrol kualitas uang impor. Namun setelah mencetak uang sendiri, kaum muslimin secara langsung mengawasi penawaran yang ada.
3)     MasaBani Umayyah
Mulai pada masa pemerintahan Daulah Umayyah ditemukan banyak buku-buku yang ditulis para fukaha (jurist), sufis dan philosophers yang menunjukkan berkembangnya peradaban Islam. Buku-buku yang mereka tulis sebenarnya bersifat komprehensif dan tidak secara khusus membahas tentang sitem ekonomi. Walaupun demikian, beberapa orang diantara para fukaha tersebut memberikan kontribusi bagi sistem ekonomi Islam dan Abu Yusuf merupakan salah satu diantaranya.
Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M) hidup semasa pemerintahan khalifah Bani Umayyah mulai dari Khalifah Hisyam (105 H/742 M). Beliau merupakan fukaha pertama yang secara eksklusif menekuni masalah tentang kebijaksanaan ekonomi. Salah satu diantaranya adalah beliau memperhatikan peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya dengan perubahan harga.
Pemahaman masyarakat pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva permintaan saja dimana pada saat barang yang tersedia sedikit maka harga barang tersebut akan menjadi mahal dan sebaliknya, bila barang yang tersedia banyak maka harga barang tersebut akan menjadi turun atau murah.
Pemahaman masyarakat itu kemudian dibantah oleh Abu Yusuf dan menyatakan sebagai berikut, karena pada kenyatannya terkadang pada saat persediaan barang hanya sedikit tidak membuat harga barang tersebut menjadi naik/mahal. Sebaliknya, pada saat persediaan barang melimpah, harga barang tersebut belum tentu menjadi murah. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa Abu Yusuf menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara persedian barang (supply) dan harga. Karena pada kenyataannya harga tidak bergantung kepada permintaan saja tetapi juga bergantung pada kekuatan penawaran. Oleh karena itu, peningkatan-penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan peningkatan-penurunan permintaan ataupun penurunan- peningkatan dalam produksi.
Abu Yusuf mengatakan bahwa tidak ada batasan tertentu tentang murah ataupun mahal. Harga barang/makanan murah bukan dikarenakan melimpahnya jumlah barang atau makanan. Begitu pula, mahalnya harga barang atau makanan tidak disebabkan karena kelangkaan jumlah barang atau makanan. Murah dan mahal harga suatu barang merupakan ketentuan Allah.
Abu Yusuf menegaskan bahwa ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi naik turunnya harga barang atau makanan, tetapi dia tidak menjelaskan lebih rinci variabel tersebut. Namun demikian, pernyataan Abu Yusuf tersebut tidak menyangkal pengaruh permintaan dan penawaran dalam penentuan suatu harga.
4)     Dinasti Abasiyyah I
a.      Ahmad bin Hambal (164-241 H / 780-855 M)
Imam Hambali adalah imam dari mazhab ke-4 yang terbesar. Beberapa hal yang dibahas secara rinci oleh beliau adalah mengenai mashlahah, tujuan syariah dan kebebasan menerima cara-cara untuk mencapai tujuan syariah tersebut.
Salah satu pandangan Imam Hambali adalah pendekatan Islami untuk memelihara persaingan yang adil di pasar. Imam Hambali mencela pembelian dari seorang penjual yang menurunkan harga barang untuk mencegah orang membeli barang yang sama dari saingannya. Alasan beliau adalah jika penurunan harga barang seperti ini dibiarkan, maka akan menempatkan penjual yang menurunkan harga tersebut pada posisi monopoli yang akhirnya dapat mendikte harga semaunya. Imam Hambali menghendaki campur tangan dalam kasus seperti ini untuk mencegah terjadinya monopoli.
b.     Imam Al-Ghazali (451-505 H / 1055-1111 M)
Al-Gahzali hidup semasa khalifah Al-Qa’im (422 H/1031 M) sampai khalifah Al-Mustazhhir (487 H/1094 M). Al-Ghazali mengutuk penimbunan uang dengan alasan bahwa uang dirancang untuk memudahkan pertukaran dan praktek penimbunan uang dapat menghalangi proses pertukaran tersebut.
Sumbangan Al-Ghazali terhadap ilmu ekonomi adalah beliau telah berhasil menyajikan penjabaran yang rinci tentang peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran. Bagi Al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Secara rinci ia juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar, yaitu:
Dapat saja petani hidup ditempat alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun secara alamiah,mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing -masing.dapat pula terjadi tukang kayu membutuhkan makanan.tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut atau sebaliknya.keadaan ini menimbulkan masalah.oleh karena itu,secara alami pula orang akan akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat disatu pihak dan tempat penyimpanan hasil pertanian diphak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi oleh pembeli sesuai kebutuhannya masing masing sehingga terbentuklah pasar.petani,tukang kayu,dan pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter,juga terdorong pergi kepasar ini.bila dipasar juga tidak ditemukan orang yang mau melakukan barter,ia akan menjual pada pedagang dengan harga yang relative murah untuk kemudian disimpan sebagai persedian.pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuantung.hal ini berlaku untuk setiap jenis barang.
Al-Gahazali tidak menolak kenyataan bahwa labalah yang menjadi motif perdagangan. Pada saat lain, ia menjabarkan pentingnya peran pemerintah dalam menjamin keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekononomi.
Walaupun Al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi modern, beberapa paragraf dalam tulisannya jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Kurva penawaran yang “naik dari kiri bawah ke kanan atas” dinyatakannya sebagai “jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya maka ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah.
5)     Dinasti Abasiyyah II

a.     Ibnu Taimiyyah (661-728 H / 1263-1328 M)
Ibnu Taimiyyah hidup semasa Daulah abbasiyah II yang berkedudukan di Kairo mulai dari Khalifah Al-Hakim I (660 H / 1262 M) sampai khalifah Al-Mustakfi I (701 H / 1302 M). ibnu Taimiyyah mendiskusikan norma-norma Islami untuk perilaku ekonomi individual dan lebih banyak memberikan perhatian kepada masalah-masalah kemasyarakatan seperti perjanjian dan upaya mentaatinya, harga-harga, pengawasan pasar dan lain sebagainya.
Masyarakat pada masa Ibnu Taimiyyah beranggapan bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari pihak penjual atau mungkin sebagai akibat manipulasi pasar. Anggapan ini dibantah oleh Ibnu Taimiyyah.dengan tegas. Beliau cenderung mendukung ilmu ekonomi positif dimana harga ditentukan berdasarkan permintaan dan penawaran.
Ibnu taimiyyah menyatakan bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi, tapi bisa jadi penyebabnya adalah supply yang menurun akibat produksi yang tidak efisien, penurunan jumlah impor barang-barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun maka harga barang tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya, kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil atau mungkin tindakan yang tidak adil.
Penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT.
Dibedakan pula dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaan,yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual, misalnya penimbunan. Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran antara lain adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan ataupun melimpahnya barang, kondisi kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai.
Permintaan terhadap barang acapkali berubah. Perubahan tersebut bergantung pada jumlah penawaran, jumlah orang yang menginginkannya, kuat-lemahnya dan besar-kecilnya kebutuhan seseorang terhadap barang tersebut. Bila penafsiran ini benar, Ibnu Taimiyyah telah mengasosiasikan harga tinggi dengan intensitas kebutuhan sebagaimana kepentingan relatif barang terhadap total kebutuhan pembeli. Bila kebutuhan kuat dan besar, harga akan naik.demikian pula sebaliknya.
Menarik untuk dicatat bahwa tampaknya Ibnu Taimiyyah mendukung kebebasan untuk keluar-masuk pasar. Beliau juga mengkritik adanya kolusi antara pemebli dan penjual, menyokong homogenitas dan standarisasi produk dan melarang pemalsuan produk serta penipuan pengemasan produk yang dijual.
Selain itu, Ibnu Taimiyyah menentang peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif. Dengan tetap meperhatikan pasar yang tidak sempurna, ia merekomendasikan bahwa bila penjual melakukan penimbunan dan menjual pada harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga normal padahal orang-orang membutuhkan barang-barang ini, maka para penjual diharuskan menjualnya pada tingkat harga ekuivalen dan secara kebetulan konsep ini bersamaan artinya dengan apa yang disebut sebagai harga yang adil. Selanjutnya, bila ada elemen-elemen monopoli (khususnya dalam pasar bahan makanan dan kebutuhan pokok lainnya), pemerintah harus turun tangan melarang kekuatan monopoli.
b.     Ibnu Khaldun (732-808 h / 1332-1404 M)
Ibnu Khaldun hidup pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mustakfi sampai Khalifah Al-Musta’in. Pemikirannya dituangkan dalam kitabnya yang berjudul Muqaddimah. Dalam bukunya tersebut, Ibnu Khaldun menjelaskan mekanisme permintaan dan penawaran dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci ia menjabarkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan. Selanjutnya ia menjelaskan pula pengaruh meningkatnya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain pada sisi penawaran tersebut. Ia mengatakan bahwa bea cukai biasa dan bea cukai lainnya dipungut atas bahan makanan di pasar-pasar dan di pintu-pintu kota demi raja, dan para pengumpul pajak menarik keuntungan dari transaksi bisnis untuk kepentingan mereka sendiri. Karenanya, harga dikota lebih tinggi daripada di padang pasir.
Pada bagian lain bukunya, Ibnu Khaldun menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan bahwa ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga dari barang tersebut akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan berlimpah sehingga harga-harga pun akan turun.
Ketika menyinggung masalah laba, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan. Sebaliknya, keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan dikarenakan pedagang kehilangan motivasi. Demikian pula dengan sebab yang berbeda, keuntungan yang sangat tinggi akan melesukan perdagangan karena permintaan konsumen akan melemah.
Ekonomi Islam memandang bahwa pasar, negara, dan individu berada dalam keseimbangan (iqtishad), tidak boleh ada sub-ordinat, sehingga salah satunya menjadi dominan dari yang lain.  Pasar dijamin kebebasannya dalam Islam. Pasar bebas menentukan cara-cara produksi dan harga, tidak boleh ada gangguan yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar. Namun dalam kenyataannya sulit ditemukan pasar yang berjalan sendiri secara adil (fair). Distorasi pasar tetap sering terjadi, sehingga dapat merugikan para pihak.
Pasar yang dibiarkan berjalan sendiri (laissez faire), tanpa ada yang mengontrol, ternyata telah menyebabkan penguasaan pasar sepihak oleh pemilik modal (capitalist) penguasa infrastruktur dan pemilik informasi. Asymetrik informasi juga menjadi permasalahan yang tidak bisa diselesaikan oleh pasar. Negara dalam Islam mempunyai peran yang sama dengan dengan pasar,   tugasnya    adalah   mengatur  dan   mengawasi   ekonomi, memastikan kompetisi di pasar berlangsung dengan sempurna, informasi yang merata dan keadilan ekonomi. Perannya sebagai pengatur tidak lantas menjadikannya dominan, sebab negara, sekali-kali tidak boleh mengganggu pasar yang berjalan seimbang, perannya hanya diperlukan ketika terjadi distorsi dalam sistem pasar.
Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat dirujuk kepada hadits Rasululllah Saw sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160 tahun)  mengajarkan konsep mekanisme pasar dari pada Adam Smith. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut :
“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah hendaklah engkau menetukan harga”. Rasulullah SAW. berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menetukan harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.”
Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Islam dan Sistem pasar adalah aturan yang disiapkan untuk tukar menukar hak milik dean menukar barang antara produsen dan konsumen, produsen dan distributor, maupun distributor dan konsumen yang berdasarkan dengan hukum-hukum syari’ah.
Dalam sistem pasar, terdapat harga dan pasar persaingan sempuran. Harga adalah sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tertentu. Sedangkan pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di mana jumlah pembeli dan penjual sedemikian rupa banyaknya/ tidak terbatas.
Dalam persaingan di pasar, moral berfungsi sebagai faktor endogen yaitu aturan agar pasar dapat berperan secara normal (alamiah) dan terjamin keberlangsungannya, di mana struktur dan mekanismenya dapat terhindar dari perilaku-perilaku negatif para pelaku pasar. Aturan tersebut yaitu :
1)     Spiritualisme transaksi perdagangan
2)     Aspek hukum dalam mekanisme transaksi perdagangan.
Islam untuk mengatur dan mengawasi pasar secara ketat memiliki lembaga Hisbah.
Pada zaman Rasulullah, pemerintah dilarang melakukan intervensi harga. Selain itu, dilarang juga Bai’, Najasy, dan Tallaqi Rukban, serta Ihtinaz dan Ihtikar. Pada zaman Abu Bakar beliau meneruskan aturan yang telah ada. Zaman Umar bin Khatthab, beliau melakukan banyak ijtihad dan menjalankan lembaga hisbah. Zaman Utsman bin Affan, terjadi pengontrolan pasar. Zaman Ali bin Abi Thalib, Islam mulai mencetak mata uang sendiri. Pada zaman setelahnya banyak ahli-ahli fikih dan ilmuan yang mengkontribusikan pemikirannya dalam tulisan dan kitab-kitab tentang sistem ekonomi Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI.
Amalia, Euis, “Mekanisme Pasar dan Kebijakan Penetapan Harga Adil dalam Perspektif Ekonomi Islam.Al-IqtishadVol. V, No. 1, 2013.
Christine S.T Kansil, Kitab Undang-Undang Hukum Perusahaan, Jakarta: Pradya Paramita, 2000.
Delarnov, Sejarah Pemikiran Ekonomi, Jakarta: Raja Grafindo, 2001.
Gray, S.A. and A. Thomson, The Development of Economic Doktrine, New York: Longman Inc., 1980.
Jaribahbin Ahmad Al-Haritsi,Al Fiqh Al Iqtishadi li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-Khaththab.
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: IIT Indonesia, 2003.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta, Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Suprayitno, Eko,Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Malang: UIN Malang Press, 2008.
Taimiyah, Ibnu, Al-Hisbahfil Islam, Kairo: Dar As-Sha`b, 1976.
Zamakhsyari, Asmuni Solihan, Fikih Ekonomi Umar bin Al Khathab, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2006.
Zuhri, M Syaifuddin, Skripsi Sarjana:Pemikiran Adiwarman A. Karim Tentang Mekanisme Pasar Islami”,Surakarta: UM Surakarta, 2010.





[1] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. Ekonomi Islam, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 301.
[2]EkoSuprayitno. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.  205.
[3]Adiwarman Karim. Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIT Indonesia, 2003), hlm.20.
[4]QS. Al-Baqarah: 198
[5]QS. Al-Maidah: 3
[6] M Syaifuddin Zuhri, SkripsiSarjana:Pemikiran Adiwarman A. Karim Tentang Mekanisme Pasar Islami(Surakarta: UM Surakarta, 2010), hlm. 4.
[7]Dr. Jaribahbin Ahmad Al-Haritsi. Al Fiqh Al Iqtishadi li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-Khaththab, terj. H. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Lc. Dengan judul Fikih Ekonomi Umar bin Al Khathab, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2006) hlm. 599-600
[8] Euis Amalia, 2013, “Mekanisme Pasar dan Kebijakan Penetapan Harga Adil dalamPerspektif Ekonomi Islam.Al-Iqtishad Vol. V, No. 1, Januari 2013, 6.
[9]Eko Suprayitno, op.cit.,hlm. 207.
[10]Abdul Aziz, Ekonomi Islam: Analisis Mikro dan Makro(Yogyakarta:  Graha Ilmu, 2008), hlm.110.
[11]Ibid.,hlm. 111.
[12]C.S.T. Kansil, Prof. Dr., S.H dan Christine S.T Kansil, S.H., Kitab Undang-Undang Hukum Perusahaan (Jakarta: Pradya Paramita, 2000), hlm. 284.
[13]Pemikiran ekonomi abad pertengahan tentang harga yang adil, dapat ditemukan dalam pemikiran Thomas Aquinas.Menurutnya, “Sangat berdosa mempraktekkan penipuan dalam penjualan dengan menetapkan harga melebihi harga yang adil. Karena hal itu samadengan mencurangi tetangganya agar menderita kerugian”. Thomas Aquinas, Summa Thologica II, Pertanyaan LXXVII, Artikel  I. dikutip dari Delarnov, Sejarah Pemikiran Ekonomi (Jakarta: Raja Grafindo, 2001) hlm.5
[14]S.A. Gray and A. Thomson, The Development of Economic Doktrine (New York: Longman Inc., 1980), hlm. 16-17
[15]Ibnu Taimiyah, Al-Hisbahfil Islam (Kairo: Dar As-Sha`b, 1976), hlm.25.
[16]QS. Ali Imran: 104
[17]H.R. Tirmidzi.
[18]QS. At-Taubah: 34-35
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian dan perbedaan wakaf, hibah, wasiat, dan waris

MAHABAH DAN MA’RIFAT

Cara Membaca dan Menulis Ta’awudz dan Basmalah